Kebijakan
pengembangan KAWASAN perkebunan rakyat diarahkan untuk meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan rakyat melalui pengembangan kawasan ini dengan pengelolaan
sumberdaya secara optimal. Oleh karena itu, maka sentra-sentra Perkebunan yang
sudah ada dan kawasan di setiap kabupaten/kota, atau kecamatan yang berpotensi
untuk dikembangkan menjadi kawasan perkebunan rakyat, sudah saatnya diupayakan
untuk ditingkatkan melalui sistem agribisnis. Dengan demikian diharapkan dimasa
mendatang, subsektor Perkebunan akan mampu memenuhi sendiri kebutuhan dalam
negeri dan tidak lagi bergantung pada negara lain, bahkan sekaligus dapat
bersaing dengan produk perkebunan dari luar negeri.
Pengembangan suatu wilayah menjadi
kawasan perkebunan rakyat perlu diarahkan pada peningkatan efisiensi
pemanfaatan lahan, khususnya lahan-lahan tidur (yang belum ditanami), gundul,
atau kritis karena bekas tebangan yang kemudian ditinggalkan begitu saja tanpa
adanya usaha reboisasi. Dalam hal ini, pengembangannya dilakukan dengan cara
menghijaukan lahan-lahan tersebut dengan menanami tanaman yang sesuai dengan
kondisi lingkungannya, memiliki nilai ekonomi, mudah perawatannya, cepat masa
panennya, dan mudah pemasarannya. Dengan demikian tujuan untuk menjaga
kelestarian ekosistem kawasan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat atau
rakyat sekitarnya dapat tercapai sekaligus dengan baik.
Pengembangan kawasan perkebunan
rakyat juga dapat dilakukan dengan mengambil secara terbatas areal hutan yang
memiliki potensi untuk kawasan perkebunan rakyat dengan luas maksimal 20.000
hektar untuk satu propinsi dan 100.000 hektar untuk seluruh Indonesia, sesuai
keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 728/Kpts-ii/1998 tentang
Luasan dan pelepasan hutan untuk budidaya perkebunan. Adapun tujuan yang ingin
dicapai adalah untuk meningkatkan peran serta masyarakat, meningkatkan
efisiensi dan produktivitas dalam memanfaatkan sumberdaya alam serta mewujudkan
azas pembangunan yang berkelanjutan dalam rangka memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan rakyat. Disamping itu juga harus
diperhatikan mengenai kelerengan, ketinggian, curah hujan kedalaman efektif
tanah, temperatur sesuai dengan jenis komoditas perkebunan yang akan
dibudidayakan serta harus sesuai dengan tata ruang daerah (Keputusan Menhutbun
no. 376/Kpts-ii/1998).
Pengembangan
kawasan perkebunan rakyat ini dapat dibedakan menjadi empat tahap, yaitu: tahap
pembukaan dan penyiapan lahan kawasan, pembangunan sarana dan prasarana, tahap
pemilihan dan penanaman komoditas, dan tahap perhitungan kelayakan ekonomi dan
finansialnya. Keempat tahap ini sangat erat hubungannya satu sama lain dalam
menunjang keberhasilan proyek pengembangan kawasan perkebunan rakyat ini.
a.
Pembukaan Lahan/Kawasan Perkebunan Rakyat
Berbagai
areal lahan/kawasan dapat dikembangkan sebagai lokasi
pengembangan
perkebunan rakyat, namun hendaknya dapat dipilih areal yang subur, sangat
berpotensi untuk pengembangan dan dapat dilaksanakan dengan biaya yang paling
minimal serta dekat lokasi pasar. Areal lahan lokasi perkebunan tersebut
seperti: semak belukar/lahan dengan tumbuhan alang-alang, replanting atau
peremajaan, tanah bergelombang sampai dengan berbukit, dan pembukaan secara
terbatas hutan primer dan sekunder.
Areal
semak belukar/lahan yang ditumbuhi vegetasi alamiah dapat dilakukan dengan dua
cara, yaitu secara mekanis (manual) dan secara kimia. Secara mekanis adalah
dengan cara membajak dan menggaru. Pembajakan dilakukan dua kali, sedangkan
penggaruan dilakukan tiga kali, yang keduanya dilakukan berselangseling dalam
waktu antara 2-3 minggu. Bila alang-alang masih tetap tumbuh, maka perlu
diberantas dengan menggunakan herbisida. Pembukaan secara kimia dilakukan dengan penyemprotan alang-alang dengan
racun, antara lain dengan Dalapon dan Glyphosate. Penyemprotan dengan Dalapon
dilakukan tiga tahap dengan interval waktu 3 minggu. Dosis semprot per
hektarnya adalah 7,5 kg Dalapon per 1.000 liter air untuk sekali semprot. Bila
menggunakan Glyphosate, penyemprotan dilakukan hanya sekali dengan dosis 6-7
liter Glyphosate per 600 – 700 liter air untuk setiap hektar.
Replanting atau peremajaan, yaitu
pembukaan areal perkebunan yang sudah tidak produktif lagi. Cara ini lebih
mudah dibandingkan dengan cara-cara lainnya, karena pohon yang ditebang relatif
lebih sedikit dan seragam, serta jalan-jalan dan petak-petak perkebunan sudah
terbentuk. Pelaksanaannya
dapat dilakukan secara mekanis maupun kimia, tergantung pada jenis tanaman
asli. Untuk mengurangi pembiakan hama dan penyakit serta mempercepat
pembusukan, pokok-pokok pohon diracun terlebih dahulu sebelum ditebang,
dikumpulkan, dan dibakar.
Areal Hutan Primer dan Hutan
Sekunder (pembukaan hutan secara terbatas, setelah mendapat ijin dari
Bupati/Walikota dan instansi terkait) yaitu dengan melakukan penghimasan, yang
meliputi pekerjaan pemotongan dan penebasan semua jenis kayu dan semak belukar
yang ukuran diameternya lebih dari 10 cm. Pemotongan kayu harus dilakukan
serapat mungkin dengan permukaan tanah. Pengerjaannya akan lebih efektif bila
diborongkan langsung kepada tenaga kerja borongan atau melalui pemborong dengan
menentukan harga per hektar. Pada areal Hutan Tersier atau semak belukar, untuk
menghemat biaya, pembuatan kawasan sebaiknya tidak perlu dihimas, karena
batang-batang kayunya kecil itu akan dengan mudah dapat dikerjakan langsung
oleh alat berat.
Setelah penghimasan selesai,
pekerjaan berikutnya adalah penumbangan batang-batang kayu yang besar,
khususnya untuk jenis hutan primer dan sekunder.
Penumbangan
dilakukan dengan gergaji mesin (Chain shaw) dengan arah yang sejajar. Untuk
mempermudah pengaturan itu, penumbangan adalah bagian batang kayu yang berada
di belakang tenaga penambang. Hal ini akan mempermudah pekerjaan alat berat
untuk menumpuk batang-batang kayu tersebut. Selain itu, arah penumbangan itu
harus diatur agar tidak jatuh melintang di atas badan jalan, rawa, parit, atau
sungai karena akan mempersulit perumpukan. Dengan metode penumbangan seperti
ini, maka akan semakin banyak batang kayu yang dapat ditumbang dengan sempurna
sebagaimana yang diinginkan. Langkah selanjutnya melakukan pekerjaan pengawetan
tanah, seperti: pembukaan teras, benteng, rorak, parit drainase, dan penanaman
tanaman penutup.
Pengawetan
tanah ditujukan untuk mencegah erosi, memperbaiki penyediaan air, mengikat
Nitrogen, dan mempermudah pelaksanaan panen. Tanaman penutup tanah (cover crop)
ditanam sebulan sebelum penanaman jenis tanaman perkebunan (komoditas) yang
dipilih, dari jenis Puearia Javanica, Centrosema Pubescens, Psophocarpus
Palustris, Collopogenium Caerullium, dan Mucuna Cochinchinesis. Tanaman penutup
ini berguna untuk melindungi permukaan tanah dari pencucian unsur hara yang
berlebihan, mencegah erosi, memperbaiki sifat-sifat kimia tanah, menambah
nitrogen, membantu menyimpan air atau mempertahankan struktur tanah.
b.
Penyiapan Lahan Perkebunan Rakyat
Kegiatan
penyiapan lahan perkebunan pada hakekatnya adalah merupakan usaha petani dalam
menyiapkan lokasi perkebunan rakyat untuk dilakukan penanaman tanaman
perkebunan, yang biasanya dilakukan pada awal musim penghujan.
Pekerjaan-pekerjaan yang perlu dilakukan dalam kegiatan ini, antara lain,
meliputi: pembuatan susunan tanaman (mengajir), pembuatan teras, pembuatan dan
penutupan lubang, dan mejaga kesuburan tanah (erosi).
Pembuatan susunan atau pegaturan
jarak tanaman dilakukan petani agar tanaman atau perkebunan nantinya tumbuh
secara teratur, dan tidak saling bersinggungan satu sama lain yang dapat
mengganggu pertumbuhannya. Untuk
itu maka masing-masing tempat yang akan ditanami itu perlu diajir, ditentukan jarak
tanamnya. Hal ini bergantung pada keadaan setempat, dengan memperhatikan faktor
ekologis dan umur tanaman atau pertumbuhan mahkota daun. Faktor ekologis berhubugan
dengan kesuburan tanah, letak/tirai atau kemiringan tanah, tinggirendahnya tanah
atau topografi, yang ada hubungannya dengan iklim. Pada tanah yang subur
pertumbuhan tanaman akan lebih cepat, maka untuk menghindari tanaman saling
bersinggungan yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman lain, jarak tanamnya
dibuat agak lebih renggang. Sedangkan pada tanah yang kurang subur sebaliknya,
jarak tanamnya dapat dibuat lebih rapat.
Jarak tanam pada tanah datar,
berbeda dengan jarak tanam pada tanah miring. Pada tanah datar, jarak tanam
dibuat agak jarang, sedangkan pada tanah miring, jarak tanam dapat dibuat lebih
rapat, karena adanya selisih tinggi yang menyebabkan tanaman tidak lekas
bersinggungan. Sementara, jenis komoditas juga menentukan jarak tanam yang
ideal. Komoditas cengkeh, misalnya, jarak tanam yang optimal adalah 10 x 10 m,
dengan variasi 10 x 12 m, dan 8 x 10 m. Dengan jarak tanam seperti ini, para
petani kebun tidak perlu memikirkan penjarangan di kemudian hari. Pada saat
yang sama, jarak ini memiliki kelebihan karena sampai tanaman berumur 5-7
tahun, tanaman masih terlihat jarang, sehingga pada selasela tanaman masih
dapat diselingi tanaman semusim secara tumpangsari. Hal ini akan lebih
memberikan keuntungan bagi petani untuk lebih cepat mengembalikan modal
eksploitasi yang telah dikeluarkannya.
Pembuatan teras, yang khusus
dilakukan pada areal atau lahan yang topografinya miring. Pada tanah datar,
pembuatan teras dilakukan setelah ada tanaman, sehingga sekaligus dapat
dilakukan pendangiran dalam rangka pemeliharaan tanaman. Teras, pada umumnya
dibuat secara individual, mengingat jarak tanam yang cukup jarang. tetapi bila
keadaan memungkinkan dan dirasa perlu, dapat dibuat terus berkesinambungan
sehingga membentuk semacam kontur, dengan bentuk persegi panjang. Pembuatan
teras ini juga dimaksudkan untuk mencegah erosi, dan menjaga lapisan humus yang
diperlukan tanaman.
Pekerjaan selanjutnya adalah
pembuatan dan penutupan lubang tanaman. Pada tanah biasa, agak ringan atau
subur, pembukaan lubang dapat dimulai 2-3 bulan sebelum penanaman. Hal ini
karena pembukaan lubang tanaman pada jenis tanah ini tidak akan mengalami
kesulitan, bahkan jika perlu, dalam waktu singkat dapat dilakukan dengan
menggali. Sebab, pada jenis tanah ini, pembuatan lubang tanaman tidak perlu
lagi menghindari keasaman tanah. Pembuatan lubang tanaman pada lahan tanah
liat, sekalipun tanah itu subur, perlu dilakukan sedini mungin; karena pada
waktu basah jenis tanah ini menjadi lunak, sedangkan diwaktu kering menjadi
keras sehingga sukar dicangkul. Maka pembukaan tanah demikian sebaiknya
dilakukan pada bulan Maret atau awal April sampai akhir Juni, karena pada
bulan-bulan itu tanah masih lunak dan mudah dicangkul. Lubang yang telah dibuat
dibiarkan saja untuk beberapa waktu agar memperoleh sinar matahari, gas asam
arang (CO2) dan udara. Sementara pembukaan lubang pada lahan kritis, seperti
lahan bekas tanaman kopi, coklat, karet, dan lain-lain, harus dimulai lebih awal
lagi, sekitar 2-3 tahun sebelum penanaman. Sebelumnya dapat ditanami tanaman
pupuk hijau untuk mempercepat rehabilitasi tanah. Setelah pembuatan lubang
tanaman untuk menjaga kesuburan tanah adalah dengan cara menjaga keberadaan
teras dan lubang tanaman, dan memberikan pupuk kandang atau pupuk hijau. Pada
tanaman kopi diperlukan tanaman pupuk hijau yang berumur tahunan yang berfungsi
sebagai pohon pelindung, sedangkan pada tanaman cengkeh cukup dengan tanaman
hijau yang menjalar dan tanaman perdu.